Pondok Pesantren Al-Ishlah Lamongan: Profil, Lokasi, dan Sejarah Ponpes
--
Tentu saja, gagasan semacam ini tidak populer di mata masyarakat, karena masyarakat telah terbagi dalam dua kelompok yang relatif fanatik, yaitu Nahdlatul Ulama di satu pihak dan Muhammadiyah di pihak lain.
Kendala kedua adalah kurangnya modal untuk membangun pesantren. Muhammad Dawam benar-benar harus memulai perintisan pesantrennya dari nol. Tidak ada lahan, tidak ada bangunan, juga tidak ada santari yang bisa dijadikan modal penyelenggaraan pesantren.
Akibatnya, ketergantungan pada dukungan masyarakat menjadi sangat terasa pada masa-masa sulit itu. Namun, semua itu harus dijalaninya dengan sabar dan tabah, sambil terus berikhtiar mencari jalan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Pada tahun 1983 langkah baru dicoba. Dia mengadakan kursus bahasa Arab, bahasa Inggris, dan ilmu agama bagi anak-anak desa yang putus sekolah. Kursus ini diselenggarakan secara gratis di rumah Ibu Ruhani.
Kini, setelah seperempat abad usianya, Pondok Pesantren Al-Ishlah menjadi salah satu pesantren terbesar di Kabupaten Lamongan. Jumlah santrinya mencapai 1.300 orang pada tahun pelajaran 2010/2011, terdiri dari 570 santri putera dan 735 santri puteri.