Pengertian Mantra Bahasa Sunda Beserta Jenis-jenis Lengkapnya!
--
ASCOMAXX.com - Sebuah matra biasanya diucapkan untuk seseuatu hal yang magis dan sakral. Nah, berikut ini adalah pengertian dari matra-mantra dalam Bahasa Sunda beserta dengan jenis-jensi lengkapnya. Simak selengkapnya dibawah ini.
Mantra Sunda adalah bentuk ekspresi keagamaan dan spiritual yang berasal dari budaya Sunda. Mantra Sunda merupakan serangkaian kata-kata atau frasa yang diucapkan atau dilafalkan secara khusus dalam bahasa Sunda dengan tujuan tertentu.
Mantra Sunda juga sering digunakan dalam berbagai upacara adat dan perayaan tradisional, seperti pernikahan, khitanan (sirkumsisi), dan penyelenggaraan upacara adat Sunda lainnya. Mereka diyakini memiliki kekuatan magis atau spiritual yang dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat.
Baca juga: Mantra atau Niat Puasa Ngebleng Selama 3 Hari 3 Malam Tanpa Makan, Minum, dan Tidur
Meskipun Mantra Sunda memiliki akar dalam budaya lokal, mereka mencerminkan warisan budaya yang kaya dan keragaman kepercayaan di Indonesia. Mantra Sunda memainkan peran penting dalam mempertahankan identitas budaya Sunda yang unik dan memperkaya keragaman budaya bangsa ini.
Ciri-ciri Mantra Sunda
1. Dalam berbagai teks mantra yang terkumpul, kita dapat mengidentifikasi sebutan atau nama-nama entitas gaib yang diciptakan dalam imajinasi, seperti Pohaci, Sanghyang Asri, Batara, Batari, Sang Encang-encang, Ratu Pangeran Hantarum, Sri Tunggal Sampurna, Malaikat Incer Putih, Raden Anggal Keling, Pangeran Angga Waruling, Sang Mutiara Putih, Sang Ratu Mangangluh, Si Kabayan, Lurah Dalem Tungga, Sangkuriang, dan Guriang.
2. Dalam teks mantra, terdapat kalimat atau frasa yang mengindikasikan bahwa pengucap mantra memiliki posisi yang lebih dominan, yang secara otomatis membuatnya berada dalam posisi yang mengungguli pihak yang lebih lemah.
Ini mungkin mencakup sugesti diri. Contohnya seperti "awaking kasep sorangan malik welas karunya ka aing da aing ratu asihan ti buana panca tengah."
3. Ciri yang ketiga berkaitan dengan konvensi puisi yang merupakan kelanjutan dari gaya sastra Sunda Kuno dan cerita pantun.
Hal ini mencakup penggunaan bahasa yang memberikan kesan adanya dorongan atau perintah, selain himbauan. Kalimat-kalimat ini memiliki sifat imperatif dan persuasif yang tegas. Sebagai contoh: "mangka langgeng mangka tetep," "mangka hurip kajayaan," "nu kosong pangeusiankeun," dan "nu celong pangminuhankeun."