Rebo Wekasan Menurut Pandangan NU (Nahdlatul Ulama), Ternyata Ini Penjelasannya
--
Rabu Wekasan di Indonesia diprediksi sudah ada sejak abad ke-17. Istilah Rabu Wekasan sendiri populer di Pulau Jawa sejak era Wali Songo. Rabu Wekasan tak hanya di Jawa, daerah lain juga mempunyainya dengan nama ynag berbeda, Rabu Kasan, Rabu Pungkasan, Makmegang di Aceh, dan Arba Mustamir di Kalimantan Selatan.
Tradisi Rabu Wekasan
Selain itu, Awal mula tradisi Rebo Wekasan dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (w.1151 H) dalam kitab “Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli Jabbar ‘Anid.
Anjuran serupa juga terdapat pada kitab: ”Al-Jawahir Al-Khams” karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin Al-‘Atthar (w. th 970 H), Hasyiyah As-Sittin, dan sebagainya.
Disebutkan dalam kitab-kitab tersebut, bahwa salah seorang Waliyullah yang telah mencapai maqam kasyaf (kedudukan tinggi dan sulit dimengerti orang lain) mengatakan bahwa dalam setiap tahun pada Rabu terakhir Bulan Shafar, Allah Swt menurunkan 320.000 (tiga ratus dua puluh ribu) macam bala’ dalam satu malam.
Baca juga: Review Riraksu SPA Bogor, Layani Pijat Tradisional Jepang dengan Profesional
Baca juga: Obat Ayam Boiler Berak Kapur Tradisional, Bahan Mudah Ditemukan dan Harganya Ekonomis
Pada hari Rabu Wekasan umunya diadakan tradisi ritual dengan tujuan memohon perlindungan kepada Allah SWT dari segala malapetaka. Pada tahun 2023 ini, Rabu terakhir di bulan Safar akan jatuh pada tanggal 13 September 2023.
Di Bantul, Yogyakarta tradisi Rabu Wekasan identik dengan pembuatan lemper berukuran besar yang kemudian dibagikan pada warga sekitar. Sedangkan di Kalimantan Selatan pada Rabu Wekasan masyarakat memperbanyak berdoa, menjalankan ibadah sunah, serta menghindari bepergian jauh. Lain lagi di Banyuwangi dilakukan dengan makan bersama di tepi jalan.
Nah, itulah tadi ringkasan informasi yang dapat kami sampaikan kepada kalian semua. Semoga sedikit banyak artikel ini bisa bermanfaat bagi kalian semua yang membacanya.