Hapus Pandangan Miring Soal Micin, Ajinomoto Rilis Program Healh Provider Untuk Indonesia
--
Pengadaan biomass boiler merupakan salah satu langkah yang diambil Ajinomoto untuk mencapai target untuk menghentikan penggunaan batu bara di tahun 2025, dengan mengurangi emisi gas rumah kaca (Green House Gas (GHG)) di 2030”, ujar Matsumoto.
Sampah plastik masih menjadi salah satu permasalahan lingkungan di Indonesia hingga saat ini. Berdasarkan data The World Bank 2021, Indonesia menghasilkan sekitar 7,8 juta ton sampah plastik setiap tahun. Sebanyak 4,9 juta ton sampah plastik tidak dikelola dengan tepat, peduli dengan hal tersebut, Ajinomoto tidak tinggal diam dan melakukan beberapa langkah nyata untuk menjaga hijaunya Indonesia.
Brand MSG AJI-NO-MOTO, yang sudah lebih dari 50 tahun menemani keseharian keluarga Indonesia, ikut berkontribusi mengatasi permasalahan penumpukan sampah plastik dengan mengurangi hingga 30% penggunaan material plastik di varian kemasan kertas. Selain itu, brand Masako® juga mengurangi material plastik dengan mengurangi penggunaan material plastik dalam kemasan dalam (inner plastik).
Bekerjasama dengan salah satu perusahaan start-up daur ulang di Indonesia, Ajinomoto meluncurkan waste station yang mengambil lokasi perdana di Pasar Sememi - Surabaya. Platform ini sangat mudah digunakan bagi masyarakat untuk penyetoran sampah. Fasilitas Waste Station ini dihibahkan kepada Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya untuk dikelola dan digunakan oleh masyarakat sekitar.
Hasil samping proses produksi Monosodium Glutamate (MSG) juga dikembangkan Ajinomoto menjadi berbagai produk alternatif, contohnya tambahan nutrisi untuk pakan ternak (Fermented Mother Liquor/FML) dan pupuk daun (AJIFOL). Selain memproduksi produk samping ini, Ajinomoto juga berupaya membantu para petani dalam melakukan penyemprotan pupuk cair AJIFOL dengan menggunakan teknologi drone sebagai salah satu cara efektif dan efisien terhadap penggunaan air, sumber daya manusia, dan penghematan biaya guna mendukung budi daya pertanian berkelanjutan.
Setelah melalui uji coba, pengaplikasian teknologi drone terbukti sangat efisien dan hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit per hektar dengan jumlah air berkisar 16 liter per hektar, dibandingkan secara manual yang membutuhkan waktu sekitar setengah hingga 1 hari dengan jumlah air sekitar 200 liter per hektar.